GENETIKA
PERCOBAAN VII
KARIOTIPE
NAMA : NUR ULFIKA
NIM : H041201054
HARI/TANGGAL : JUMAT/ 16 APRIL 2021
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : KEZYA TANGKETASTIK
LABORATORIUM GENETIKA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Banyak peneliti, bahkan sebelum abad ini untuk menetapkan jumlah kromosom manusia, tetapi penyelidikan-penyelidikan tersebut terhambat karena teknik yang belum memadai. Tjio dan Levan pada tahun 1956 memperkenalkan metode yang memungkinkan mereka menunjukkan dengan sangat jelas bahwa kromosom diploid manusia adalah 46. Metode yang mereka pakai sekarang dipergunakan secara luas di semua laboratorium genetika (Agus dkk, 2013).Didalam nukleus kebanyakan makhluk terdapat benda-benda halus berbentuk lurus seperti batang atau bengkok dan terdiri dari zat yang mudah mengikat warna. Benda-benda itu dinamakan kromosom dan zat yang menyusunnyadisebut kromatin (Suryo, 2011).
Biasanya kita beranggapan bahwa suatu kelas fenotip itu selalu mudah dibedakan dari kelas fenotip yang lain.Tubuh orang ada yang tinggi sekali, tinggi dan sedang. Dalam mengikuti prinsip-prinsip keturunan, banyak yang beranggapan bahwa keadaan bahan genetik adalah konstan selama pengamatan. Anggapan ini menyebabkan mudahnya mengikuti berbagai hukum keturunan tanpa mengingat adanya kemungkinan terjadinya perubahan selama suatu eksperimen berlangsung (Suryo, 2011).Berdasarkan hal diatas maka dilakukan percobaan ini untuk mengetahui susunan kromosom manusia dalam bentuk kariotipe dan mengenal serta memahami kelainan-kelainan yang di jumpai dalam penyusunan kariotipe.
I.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Mengenal kromosom manusia.
2. Belajar mengatur kromosom manusia dalam bentuk kariotipe dan mengenal
kelainan-kelainan yang di jumpai pada kariotipe tersebut.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Jumattanggal 16 April2021pukul 13.45-16.00WITA. Bertempat di laboratorium genetika, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.Pengamat atau peserta dari percobaan mengamati secara jarak jauh atau daring dari rumah masing-masing melalui platform Zoom Meeting.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kromosom
Kromosom adalah struktur nukleoprotein yang membawa informasi genetik. Struktur ini terletak di dalam inti sel dan berkumpul membentuk genom. Pada organisme terdapat dua macam kromosom, yaitu kromosom seks (gonosom) yang menentukan jenis kelamin dan kromosom tubuh (autosom) yang tidak menentukan jenis kelamin. Kromosom memiliki dua fungsi utama, yakni untuk memastikan DNA terpisah dalam porsi yang sama pada setiap pembelahan sel dan untuk menjaga integritas dan ketepatan replikasi genom pada setiap siklus sel. Elemen yang bertanggung jawab terhadap proses ini adalah sentromer, telomer, dan unit replikasi (Saskaprabawanta, 2010).Kromosom ialah struktur pembawa gen yang mirip benang yang terdapat di dalam nukleus. Setiapkromosom terdiri atas molekul DNA yang sangat panjang dan protein terkaitnya (Hamzah, 2011).
Kromosom adalah struktur dalam sel yang mengandung infomasi genetik. Citra kromosom saat sel dalam fase metafase berguna untuk mendiagnosis kelainan genetik dan mendeteksi kemungkinan timbulnya kanker. Analisa citra kromosom dilakukan oleh seorang ahli sitogenetik untuk mendeteksi adanya kerusakan kromosom baik secara jumlah maupun struktur. Kromosom manusia normal terdiri dari 22 pasang kromosom autosom dan sepasang kromosom gonosom, baik XX maupun XY (Ramadhani dkk, 2011).Kromosom adalah kumpulan material genetik yang terdiri dari molekul DNA (yang mengandung banyak gen) yang melekat pada sejumlah besar protein (Hamzah, 2011).
II.2 Aberasi Kromosom
Aberasi kromosom adalah perubahan struktur kromosom individu yang dapat terjadi secara spontan atau dengan induksi melalui gen mutan. Aberasi ini dapat memepengaruhi perilaku seluler dan perbanyakan dalam kultur. Perubahan tersebut dapat mengakibatklan perubahan kuantitatif gen atau penataan ulang gen melalui kehilangan dan relokasi segmen kromosom (Weissbein dkk, 2015).Serta aberasi kromosom adalah kerusakan kromosom yang terjadi akibat efek tertunda paparan radiasi ionisasi dosis rendah dapat memperbanyak proses pembentukan radikal bebas yang tidak stabil. Aberasi kromosom akibat radiasi ionisasi antara lain adalah terbentuknya kromosom asentrik (fragmen kromosom yang tidak mengandung sentromer), kromosom cincin, disentrik (kromosom dengan dua sentromer), dan translokasi (perpindahan fragmen antara satu atau lebih kromosom). Perubahan kromosom yang spesifik terinduksi yaitu kromosom disentrik. Frekuensi terbentuknya kelainan pada struktur kromosom bergantung pada besar dosis, energi dan jenis radiasi yang diterima (Purnami dkk, 2014).
Sekitar 55 anomali kromosom yang berbeda pada pasien. Pembaharuan kesimpulan ini dengan beberapa kasus baru penyimpangan kromosom yang diterbitkan dalam 7 tahun terakhir dan memberikan tinjauan dari kasus paling menarik yang fitur klinisnya tersedia. Perubahan jumlah atau struktur kromosom terjadi pada 6% hingga 10% pasien, dan trisomi paling sering terjadi. Muncul pada sekitar 25% pasien dengan sindrom Edwards (trisomi 18), sekitar 1% pasien dengan sindrom Down (trisomi 21), dan kadang-kadang pada pasien dengan sindrom Patau (trisomi 13) (23). Penyebab pada aneuploidi ini tidak diketahui. Malformasi pada trisomi 18 kemungkinan melibatkan berbagai mekanisme yang disebabkan oleh ketidakseimbangan genom skala besar; Namun spektrum cacat yang terkait dengan trisomi kromosom 18 dapat dikaitkan dengan penurunan sintesis kolesterol, yang terlibat dalam jalur pensinyalan landak sonik (Bednarczyk dkk, 2013).
Faktor genetik yang berbeda, termasuk kelainan kromosom, cacat gen tunggal dan fenotipe dengan pewarisan multi-faktorial, telah dipertimbangkan pada sekitar 30-60% pria tidak subur. Cacat genetik dapat menyebabkan disfungsi sumbu hipota lamao-gonad atau mengganggu perkembangan gonad pria dan saluran urogenital. Mereka dapat menyebabkan penghentian produksi dan pematangan sel germinal atau menyebabkan produksi spermatozoa non-fungsional. Anomali kromosom telah didalilkan berkontribusi sebagai salah satu faktor genetik utama pada infertilitas pria. Prevalensi kelainan kromosom pada laki-laki infertil diperkirakan berkisar antara 2,4-16,4% dibandingkan dengan frekuensi pada populasi laki-laki pada umumnya (0,3-0,4%). Pada pria dengan azoospermia kejadian kelainan kromosom sangat tinggi, bervariasi dari 13,1% sampai 23,6%; pada laki-laki dengan oligospermia, kejadiannya 2,1-6,6% dan pada laki-laki dengan oligospermia berat 10,6%. Insiden kelainan kromosom autosom pada pria infertil adalah 1,1-7,2%. Serta kelainan yang terdapat pada kromosom seks berada
pada kisaran 0,4- 12,3% (Kate dkk, 2014).
II.3 Kariotipe
Kariotipe ialah metode atau cara untuk pengorganisasian kromosom suatu sel dalam kaitanya dengan jumlah, ukuran dan jenis. Kariotipe bermanfaat untuk mengidentifikasi abnormalitas tertentu dari kromosom. Teknisi medis biasanya mempersiapkan kariotipe dengan menggunakan komponen darah berupa Leukosit (sel darahputih) (Silvana dkk).Kariotipe adalah fenotip dari kromosom yang meliputi struktural kromosom antara lain jumlah, bentuk, posisi sentromer, penyebaran eukromatin dan heterokromatin serta ukuransatelit. Kromosom tersebut kemudian di susun berdasarkan pasangan kromosom yang homolog dan diurut berdasarkan ukuran kromosom dan posisi sentromernya dari yang paling panjang sampai yang paling pendek. Kariotipe suatu spesies akan berubah sejalan dengan proses spesiasi karena perbedaan lokasi dan kondisi geografis habitat suatu spesies merupakan salah satu komponen yang berperan dalam proses spesiasi. Perubahan jumlah kromosom dalam suatu spesies dapat terjadi dalam kurun waktu yang sangat panjang dan diduga sebagai hasil proses mikroevolusi di alam (Tjong dkk, 2013).
Kromosom merupakan kunci untuk memahami mekanisme penyakit, arsitektur genom, dan evolusi, sebagai genetik. Pewarisan bergantung pada organisasi kromosom dan genom yang tepat. Namun, dipengaruhi oleh tradisi genecentric, studi kromosom terbaru masih berfokus pada "pewarisan bagian" yang ditentukan oleh gen. Daripada membahas mekanisme bagaimana kromosom mengatur ekspresi dan interaksi gen individu, banyak yang masih menganggap kromosom sebagai kendaraan atau penolong gen. Sebuah model telah diperkenal-
kan untuk meringkas ide di balik pengkodean kariotipe(Ye dkk, 2019).
II.4 Kelainan pada Kromosom Akibat Aberasi Kromosom
Jenis kelamin individu ditentukan oleh kombinasi kromosom seks. Saat pembuahan, kombinasi sperma yang mengandung X dengan ovum yang mengandung X menghasilkan perempuangenetik XX, sementara penyatuan sperma yang membawa kromosom Y dengan ovum pembawa kromosom X menghasilkan laki-laki genetik, XY. Dengan demikian penentuan jenis kelamin (sex determination) secara genetik ditentukan pada saat konsepsi dan bergantung pada jenis kromosom seksapa yang terkandung di dalam sperma yangakanmelakukan proses pembuahan(Widhiatmoko dan Suyanto, 2013).
Kelainan kromosom yang diderita dapat berupa kelainan jumlah atau kelainan struktur kromosom. Kelainan jumlah dapat berupa hilang atau bertambahnya satu kromosom. Misalnya monosomi, trisomi, triploidi. Sedangkan kelainan struktur dapat terjadi dikarenakan delesi, duplikasi, translokasi, inversi, ring. Selain kelainan struktur dan jumlah, keadaan mosaik juga merupakan salah satu jenis kelainan kromosom. Kelainan kromosom ini dapat diturunkan dari orang tua ataupun terjadi secara de novo dan berkontribusi besar terhadap terjadinya cacat lahir pada bayi (Azizah dan Handayani, 2017).
Di antara variasi kromosom yang paling mudah diamati ialah biasanya yang menyangkut jumlah kromosom. Dapat dibedakan 2 tipe, yaitu euploidiialah bila variasinya menyangkut seluruh set kromosom dan aneuploidiialah bila variasinya menyangkut hanya kromosom-kromosom tunggal didalam suatu set kromosom. Berikut ini penjelasan mengenai euploididan aneuploidi (Suryo, 2011):
a. Euploidi
Individu euploid ditandai dengan dimilikinya set kromosom yang lengkap. Euploidi dibedakan menjadi beberapa variasi, yaitu:
1. Monoploidi,
Monoploida merupakan individu yang memiliki satu genom (n). monoploidi jarang terdapat pada hewan, kecuali lebah madu jantan karena secara partenogenesis. Pada tumbuh-tumbuhan sering dijumpai (misalnya pada ganggang, cendawan, lumut). Pada spesies hewan diploid, individu monoploid biasanya tumbuh abnormal dan embrionya jarang mencapai stadium dewasa.
2. Poliploidi,
Poliploidimerupakan individu yang memiliki tiga atau lebih banyak set kromosom yang lengkap. Namun pada manusia yang memilki lengkap poliploidinya secara keseluruhan tidak ditemukan. Beberapa kasus diketahui tetapi selalu mengalami keguguran spontan atau lahir-mati. Ada yang pernah dijumpai tetapi hanya hidup beberapa jam saja.
b. Aneuploidi
Individu aneuploidi memilki kekurangan atau kelebihan kromosom dibandingkan dengan jumlah kromosom diploid dari individu itu. aneuploidi terjadi karena adanya nondisjunctionpada waktu pembentukan gamet-gamet. Aneuploidi terdiri atas:
a. Monosomi terjadi karena individu kekurangan sebuah kromosom X jika dituliskan formulanya 2n-1. Monosomi terdapat pada sindrom Turner dimana penderita kekurangan sebuah kromosom sehingga penderita memiliki formula kromosom 45, X.
b. Trisomi terjadi karena individu tersebut mempunyai kelebihan sebuah kromosom jika dibandingkan dengan individu disomi /diploid (2n+1). Individu ini akan membentuk 2 macam gamet, yaitu gamet n dan gament n+1.Dalam trisomi terbagi menjadi trisomi untuk kromosom kelaminyaitu, sindrom Klinefelter dengan rumus formula 47, XXY,sindrom Triple-X (47,XXX), dan pria XYY. Sedangkan trisomi untuk kromosom tubuh yaitu, sindrom Down (47,XY,+21).
Menurut (Mustami, 2013) adapun sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom antara lain:
a. Sindrom Turner, dengan kariotipe (22AA+X0). Jumlah kromosomnya 45 dan kehilangan 1 kromosom kelamin. Penderita Sindrom Turner berjenis kelamin wanita, namun ovumnya tidak berkembang.
b. Sindrom Klinefelter, kariotipe (22 AA+XXY), mengalami trisomik pada kromosom gonosom. Penderita Sindrom Klinefelter berjenis kelamin laki- laki, namun testisnya tidak berkembang.
c. Sindrom Jacobs, kariotipe (22AA+XYY), trisomik pada kromosom gonosom. Penderita sindrom ini umumnya berwajah kriminal, suka menusuk-nusuk mata dengan benda tajam, seperti pensil dan juga sering berbuat kriminal.
d. Sindrom Patau, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada kromosom autosom. kromosom autosomnya mengalami kelainan pada kromosomnomor 13, 14, atau 15.
e. Sindrom Edward, kariotipe (45A+XX/XY), trisomik pada autosom. Autosom mengalami kelainan pada kromosom nomor 16,17, atau 18.
f. Sindom Down, kariotipe (45A + XX/XY), trisomi pada autosom. Autosom mengalami kelainan pada kromosom nomor 21. penderita penyakit ini disebut mongolisme karena bermata sipit, kaki pendek, dan berjalan agak lambat. Sindrom Down adalah salah satu penyebab utama kecacatan otak dengan biaya medis dan sosial yang besar (Asim dkk, 2015).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu alat tulis menulis.
III.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu gambar-gambar
kromosom manusia (fotocopy).
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan berupa kariotipe.
2. Kariotipe diinsert ke dalam laporan.
3. Setiap kariotipe ditulis jenis kelamin, kelainan dan formula dari kariotipetersebut.
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
A. Kariotipe I
Jenis kelamin : Perempuan
Kelainan : Normal
Formula : 22A+XX
B. KariotipeII
Jenis kelamin : Laki-laki
Kelainan : Normal
Formula : 22A+XY
C. Kariotipe III
Jenis kelamin : Perempuan
Kelainan : Sindrom Edward (Trisomi 18)
Formula : 47,XX+18
D. Kariotipe IV
Jenis kelamin : Perempuan
Kelainan : Sindrom Turner
Formula : 45,X
E. KariotipeV
Jenis kelamin : Laki-laki
Kelainan : Sindrom Jacob
Formula :47,XYY
Jenis kelamin : Perempuan
Kelainan : Sindrom Tripel X
Formula : 47,XXX
IV.2 Pembahasan
Di dalam nukleus kebanyakan makhluk terdapat benda-benda halus berbentuk lurus seperti batang atau bengkok dan terdiri dari zat yang mudah mengikat warna. Benda-benda itu dinamakan kromosom dan zat yang menyusunnya disebut kromatin. Kromosom manusia berrjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yangmerupakan suatu rantai pendek dari DNA yang membawa kode informasi genetik tertentu dan spesifik.
Setiap manusia normal mempunyai 46 kromosom (diploid, 23 pasang kromosom). Dua puluh dua pasang kromosom adalah kromosom autosom yang mengkode karakteristik manusia secara umum serta sifat-sifat spesifik, misalnya warna mata, bentuk rambut, dan lain sebagainya dan satu pasang kromosom adalah kromosom seks, yang terdiri dari dua jenis yang berbeda secara genetis.
a. Kariotipe I laki-laki normal secara genetik memiliki satu kromosom X dan satu Y (46,XY).
b. Kariotipe II perempuan normal secara genetik memiliki dua kromosom X, (46,XX).
c. Kariotipe III Sindrom Down yang merupakan salah satu abnormalitaskeadaan kongenital(sejak lahir) akibat kelainan pada kromosom. Sindrom bermaksud kumpulan ciri-ciri pada individu yang dikenal pasti wujud pada masa yang sama. Kongenitalpula bermaksud sesuatu yang wujud sewaktu lahir dan tidak diperoleh selepas kelahiran. Keadaan ini sudah diketahui sejak tahun 1866 apabila Dr. John Langdon Haydon Down (1828-1896) dari Britain telah menghasilkan sebuah makalah yang menghuraikan fitur yang sama dimiliki oleh sekumpulan kanak-kanak cacat mental dan didapati amat berbeza dengan kumpulan kanak-kanak cacat mental yang lain di Earlswook Asylum, Surrey, England. Kumpulan ini dinamakan sebagai sebagai "Mongoloid' atau "Mongoloism"kerana penderitanya mempunyai gejala klinikal yang khas, iaitu wajahnya seperti bangsa Mongol dengan mata yang sepet membujur ke atas (Langdon:1866). Pada tahun 1959, Dr. Jerome Lejeune dan Patricia Jacobs, berbangsa Perancis telah menemui bahawa Sindrom Down terjadi disebabkan oleh ketaknormalan kromosom. Tidak lama kemudian muncul pula penemuan bahawa kromosom 21 mempunyai hubungan dengan punca berlakunya Sindrom Down . Oleh itu, muncullah istilah saintifik " Trisomy 21". Pada tahun 1960-an, penyelidik dari Asia membantah penggunaan istilah "Mongoloid' atau "Mongoloism"karena mereka berpandangan istilah tersebut bersifat keetnikan. Akibat daripada bantahan tersebut, ahli-ahli sains bersetuju untuk menamakannya sebagai "Down Syndrome" (Sindrom Down) nama pengkaji yang mula-mula membuat kajian tentang kelainan tersebut.
d. Kariotipe IV merupakan kariotipe dari sindrom Klinefelter, kelainan ini terjadi pada laki-laki yang disebabkan kelebihan kromosom seks X, laki-laki normal memiliki kromosom seks berupa XY, sehingga penderita sindrom ini memiliki kromosom seks XXY. Formula sindrom ini ialah 47+XXY, kelainan kromosom ini terbentuk karena terjadi nondisjungsi meiosis (kegagalan sepasang kromosom seks untuk memisah selama proses meiosis) selama terjadi gametogenesis pada salah satu orang tua. Penderita sindrom ini memiliki ciri-ciri seperti memiliki IQ dibawah rata-rata anak normal, memiliki kepribadian yang kikuk, pemalu, sebagian besar terjadi autisme, memiliki sifat kidal, dan memiliki kemampuan seksual kurang aktif.
e. Kariotipe V merupakan kariotipe dari sindrom Edwards dimana pada sindrom ini terdapat kelainan pada kromosom no.18 (trisomi 18) yang memiliki formula 47+18. Kelainan kromosom ini terjadi karena adanya nondisjungsisebuah gamet yaitu sperma dan sel telur diproduksi dengan tambahan salinan kromosom 18. Para penderita sindrom ini memiliki ciri-ciri seperti cacat jantung struktural saat lahir, usus yang menonjol diluar tubuh, keterbelakangan mental, kesulitan makan,dan kesulitan bernafas.
f. Kariotipe VI merupakan kariotipe dari sindrom Patau dimana pada sindrom ini terdapat kelainan pada kromosom no.13 (trisomi 13) yang memiliki formula 47+13. Kelainan kromosom ini terbentuk karena tidak terjadi persilangan antara kromosom saat proses meiosis. Para pernderita sindrom ini memiliki ciri-ciri seperti memiliki jari atau kaki yang extra besar (polydactily), kaki cacat, kepala kecil, mata kecil, cacat hidung atau bahkan tidak ada, bibir sumbing, cacat jantung dan cacat ginjal.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini, yaitu praktikan telah mengetahui penyusunan kromosom atau membuat kariotipe yang sesuai dengan tata cara penyusunan kariotipe dan mengenal kelainan-kelainan dari susunan kromosom tersebut.Serta kelainan kromosom yang diderita dapat berupa kelainan jumlah atau kelainan struktur kromosom.
V.2 Saran
V.2.1 Saran untuk Laboratorium
Kebersihan serta fasilitas laboratorium harus selalu terjaga.
V.2.2 Saran untuk Asisten
Menurut saya, asisten telah menyampaikan materi dengansangatbaik.
V.2.3 Saran untuk Praktikum
Menurut saya saran untuk praktikum selanjutnya dikarenakan dilakukan secara virtual namun hal tersebut seharusnya dilakukan dengan cara yang dapat membuat para peserta lebih aktif dalam kelas virtual tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Asim, A. Askor, K. Srinivasan, M. Shalu, J dan Sarita, A. 2015.Down Syndrome: An Insight Of The Disease, Jurnal Of Biomedical Science, 22(41): 1.
Azizah I dan Handayani K. O. 2017. Kematian Neonatal Di Kabupaten Grobogan. Higeia Journal Of Public Health Research And Development. 1(4): 72-85.
Bednarczyk, D. Sasiadek, M. M. & Smigiel, R. 2013. Chromosome aberrations and gene mutations in patients with esophageal atresia. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 57(6): 688–693.
Hamzah, A et al. 2011, Detection of Toluene Degradation in Bacteria Isolated from Oil Contaminated Soil, Jounal of Vet.Med.Sci, 40(11), 1231-1235.
Kate, U. V. Pokale, Y. S. Jadhav, A. M. & Gangane, S. D. 2014. Chromosomal Aberrations and Polymorphic Evaluation in Males with Primary Infertility from Indian Population. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 8(10): 1-6.
Purnami, S. Lubis, M. Agesti, V. Lusiyanti, Y. & Alatas, Z. (2014). Studi Aberasi Kromosom pada Pekerja Radiasi di Rumah Sakit, Jurnal Forum Nuklir, 8(1): 7–11.
Ramadhani, D. Lusiyanti, Y. Alatas, Z. dan Purnami, S. 2011. Semi Otomatisasi Kariotipe Untuk Deteksi Aberasi Kromosom Akibat Paparan Radiasi. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. Batan.
Saskaprabawanta, M. 2010. Intisari Materi Genetik. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Silvana dkk. 2010. High-Resolution Whole-Genome Sequencing Reveals That Specific Chromatin Domains From Most Human Chromosomes Associate With Nucleoli. Molecular Biology of the Cell. 1(21):3735–3748.
Suryo. 2016. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tjong, D. H. Syaifullah, Indra, S dan Amelia, A. 2013.Perbandingan Kariotipe Huai Sumatrana dari Padang dan Pasaman, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 1: 223-229.
Weissbein, U. Schachter, M. Egli, D dan Benvensity, N. 2015.Analysis of Chromosomal Aberrations and Recombination by Allelic in RNA- Seq, Nature Communications, 7:1-8.
Widhiatmoko, B. dan Suyanto, E. 2013. Legalitas Perubahan Jenis KelaminPada Penderita Ambiguos Genetalia di Indonesia.JurnalKedokteran
Forensik Indonesia. 5(1): 12-14.
Ye, C. J.dkk2019.What Is Karyotype Coding and Why Is Genomic Topology Important for Cancer and Evolution? Frontiers in Genetics, 10: 1-8.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar